Memetakan Nilai Politik

Melalui blog Mas Haris Firdaus, saya menemukan situs yang dirancang untuk memetakan nilai politik kita. Letaknya ada di sini. Saya klik situs tersebut dan mulai menjawab pertanyaan yang diajukan di sana. Hasilnya? Ini dia.

Ilustrasi tersebut kira-kira menggambarkan orientasi politik saya setelah menjawab kuisioner yang diajukan dalam situs tersebut. Hasilnya, saya dianggap memiliki nilai progresif esoteris moderat. Maksudnya? Penjelasan berikut yang saya ambil dari situs tersebut mengenai nilai itu mungkin bisa menjelaskan.

Seperti halnya dengan varian progresif esoteris lainnya, prinsip kesetaraan antar individu menjadi penekanan dalam sistem nilai. Namun prinsip kesetaraan ini bukan lagi sebagai tujuan melainkan suatu kondisi awal yang setara dimana setiap individu mampu mencukupi kebutuhan dasarnya. Tanpa adanya jaminan pendidikan, kesehatan dan standar kesejahteraan minimum mustahil individu dapat mengembangkan potensi dirinya untuk mencapai level kesejahteraan yang lebih baik.

Sementara itu, konsep kebebasan pun dipahami sebagai kemerdekaan individu untuk memaksimasi pilihan dan kesempatan untuk mengembangkan potensi dirinya. Dengan kata lain, dari perspektif progresif esoteris moderat, prinsip kebebasan dan kesetaraan antar individu bukan merupakan dua konsep yang saling bertentangan satu sama lain. Dalam sistem nilai ini, negara tetap memegang peranan penting dalam membentuk dan mengarahkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Namun hal tersebut dilakukan tanpa melanggar prinsip-prinsip demokrasi. Hal ini untuk menghindarkan negara berubah menjadi rezim otoritarian dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat sekaligus menjamin kebebasan rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan sosial politik.

Dibandingkan varian progresif esoteris lainnya, peran negara dalam perspektif sistem nilai progresif esoteris moderat ini jauh lebih terbatas. Dalam sistem nilai ini, negara mengakomodasi mode ekonomi kapitalistik sambil tetap menjalankan peranannya dalam upaya pemerataan kesejahteraan melalui redistribusi pendapat dan jaminan sosial dasar.

Sistem nilai ini memiliki kecenderungan pada ideologi sosial demokrasi, yakni varian sosialisme yang sudah mengakomodasi mode ekonomi kapitalistik dengan tetap menekankan pada ide-ide keadilan sosial dari sosialisme. Ideologi ini menyokong peran aktif negara dalam upaya pemerataan kesejahteraan melalui distribusi pendapat dan jaminan sosial dasar.

Setelah mengetahui letak nilai politik saya, sebagai perbandingan, berikut ini adalah peta perbandingan letak antara nilai satu dengan lainnya.

bagan politik

Tanggapan saya? Dengan pertanyaan yang tak begitu komprehensif—sekitar dua puluh pertanyaan dengan pilihan jawaban yang beberapa di antaranya bahkan tak bisa mewakili pendapat saya—, saya kira sulit memetakan ideologi seseorang yang akan tercermin dalam sikap politiknya. Contoh nyatanya, di antaranya, adalah hasil nilai politik yang saya dapat ini. Dengan pemahaman yang selama ini dianggap sebagai pemahaman fundamentalis—bahkan saya pernah menerima cap “khawarij” dari orang tertentu—hasil ini jelas merupakan barang aneh.

Situs ini menuliskan bahwa saya punya kecenderungan berpendapat positif mengenai negara yang tetap memegang peranan penting dalam membentuk dan mengarahkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat, tanpna melanggar prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip demokrasi, katanya, dimasukkan di sini untuk menghindari timbulnya rezim otoritarian yang mengatasnamakan kepentingan rakyat.

Dalam Serial Negara Sejahtera yang beberapa kali saya tulis di sini—dan sampai sekarang masih akan berlanjut—menurut saya, saya sudah cukup jelas menerangkan di mana posisi politik saya. Ketidaksetujuan saya terhadap demokrasi, sosialisme, dan berbagai paham lainnya terletak pada masalah tahkim, di mana proses pengambilan hukum tidak didasarkan pada garis-garis yang telah ditentukan oleh Allah dan utusan-Nya. Di masa kontemporer ini, pendapat mengenai hal ini dihidupkan kembali oleh Hasan al Banna, Sayyid Quthb, Abdullah Azzam, Abul A’la al Maududi, hingga Safar Hawali serta Abu ‘Ashim Muhammad al Maqdisy. Di mata polisi demokrasi—you know who—orang-orang ini merupakan sosok berbahaya bagi kelangsungan ideologi yang sedang dijunjung tinggi.

Dan, sepertinya tak perlu disebutkan lebih jauh, masalah tahkim ini merupakan salah satu pokok dalam ajaran Islam. Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab misalnya—orang yang di kemudian hari dinisbatkan dalam sebutan “wahhabi”—sempat menuliskan sepuluh pembatal keislaman. Salah satunya adalah tunduk patuh pada syariat selain syariat Allah, atau ringkasnya, memenuhi seruan thaghut. Said Hawwa, salah satu ideolog al Ikhwan al Muslimun, juga menuliskan masalah tahkim ini sebagai salah satu pembatal keislaman dalam al Islam.

Satu lagi yang menarik, dalam peta nilai politik itu, Masyumi dituliskan sebagai “paham” politik tersendiri. Mungkin, mengingat beberapa tulisan yang pernah saya baca mengenai Muhammad Natsir, Masyumi dianggap sebagai representasi mereka yang hendak mewarnai pemerintahan dengan nilai-nilai Islam. Bila boleh sedikit mengomentari tanpa menampilkan data yang mencukupi, saya merasa ada yang salah dengan orang-orang yang menjadikan dirinya sendiri sebagai hakim (pembuat hukum) sambil menyuarakan untuk kembali pada hukum Allah—tentu pernyataan ini tidak dimaksudkan untuk menihilkan upaya mereka yang berniat bersih dan berjuang melalui jalan itu, semoga Allah memberi petunjuk pada mereka.

Dan, meski dalam beberapa hal berbeda, dalam peta tersebut, saya malah lebih nyaman berada di lingkaran Masyumi dibanding cenderung berada di lingkungan sosio-demokrasi.

Jadi, bagaimana hasil nilai politik Anda?

-RSP-

7 comments
  1. iqbal said:

    Antum cocok tuh jadi politikus..

    • reza said:

      tulisan ini sih cuma menolak hasil analisa politik doang.. masih jauh dari Umar bin Abdil Aziz atau Imam Mawardi..

  2. kalo ane konservatif esetoris… perlu dibuat tulisan khusus juga nih.. 🙂

    • reza said:

      ditunggu, akhi.. sudah lama aku nggak mampir ke blog antum nih. 🙂

    • reza said:

      salam kenal juga. terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk berkunjung dan memberikan komentar.

Tinggalkan komentar