Arsip

tafsir

Sepekan yang lalu, teman saya bertanya tentang ayat tersebut. Saya tak tahu apa tepatnya yang ingin ditanyakan. Maka saya tuliskan saja tafsir dari ayat ini. Semoga hal ini bisa lebih jelas untuk dipahami melalui tanya jawab.

Saya juga minta maaf karena baru bisa menuliskannya hari ini. Saya agak kesulitan mengatur waktu akhir-akhir ini.

Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki. Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidaklah tercela. Barangsiapa mencari yang selain itu, maka mereka itulah orang yang melampaui batas. (QS al Ma’aarij 29-31)

Sayyid Quthb dalam Zhilal menulis hal berikut.

Yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah kesucian pribadi dan masyarakat. Karena Islam menghendaki masyarakat yang suci, bersih, indah, dan transparan. Masyarakat yang siap menunaikan tugas hidupnya dan memenuhi panggilan fitrahnya. Akan tetapi, (hal ini dilakukan) tanpa melakukan demoralisasi yang menghilangkan rasa malu yang indah dan tanpa kebandelan yang mematikan transparansi yang bersih. Masyarakat yang ditegakkan di atas sendi kekeluargaan syar’iyyah yang kuat dan tegak, dan rumah tangga yang transparan dan jelas tanda-tandanya. Masyarakat yang setiap anak mengetahui siapa bapaknya, dan kelahirannya tidak memalukan. Bukan masyarakat yang perasaan malunya telah sirna dari wajah dan jiwanya. Namun, hubungan biologis itu harus dilakukan berdasarkan prinsip yang suci dan transparan untuk jangka panjang dengan sasaran yang jelas, yang membangkitkan semangat untuk menunaikan tugas kemanusiaan dan tugas sosial, bukan hanya memenuhi naluri kehidupan dan hasrat biologis.

Karena itulah, di sini al Quran menyebutkan sifat orang yang beriman, “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki. Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidaklah tercela. Barangsiapa mencari yang selain itu, maka mereka itulah orang yang melampaui batas.”

Al Quran menetapkan kesucian hubungan biologis dengan istri dan budak, yang diperoleh dengan jalan yang dibenarkan syara’ dan diakui Islam. Yaitu, budak yang diperoleh sebagai tawanan di dalam perang fii sabiilillah. Hanya jalan inilah satu-satunya yang diakui oleh Islam, dan sebagai dasar hukum tawanan ini adalah ayat al Quran yang tersebut dalam surat Muhammad,

Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang), maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga, apabila kamu telah mengalahkan mereka, maka tawanlah mereka. Sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berhenti. (QS Muhammad 4)

Tetapi ada kalanya terdapat tawanan yang tidak dibebaskan dan tidak ditebus karena kondisi tertentu. Dengan demikian, ia menjadi budak apabila si tentara memperbudak tawanan kaum muslimin dalam bentuk perbudakan apa pun, walaupun disebut dengan istilah lain. Nah, ketika itulah Islam memperbolehkan bagi pemiliknya saja untuk menggauli budak tersebut. Sedangkan masalah pembebasannya diserahkan pada yang bersangkutan dengan berbagai cara yang disyariatkan oleh Islam untuk mengalirkan sumber ini.

Islam menegakkan prinsipnya dengan jelas dan bersih. Ia tidak memberi peluang pada tawanan wanita itu untuk melakukan hubungan seks yang kotor sebagaimana yang biasa terjadi dalam peperangan zaman dahulu maupun sekarang. Ia tidak pula memanipulasi dengan menyebut mereka sebagai orang merdeka padahal hakikatnya adalah budak.

Dengan demikian, tertutuplah semua pintu hubungan seks yang kotor. Yaitu, hubungan seks yang tidak melalui dua pintu yang jelas dan terang ini. Islam tidak memperbolehkan manusia memenuhi fungsi naluriahnya dengan cara yang kotor, melalui penyimpangan-penyimpangan. Islam itu bersih, jelas, dan lurus.

Sementara Muhammad Nasib ar Rifai dalam Taisirul Aliyyul Qadir menyebutkan bahwa ayat ini memerintahkan pada kita untuk menahan kemaluan kita dari perbuatan-perbuatan haram, kecuali terhadap istri atau budak yang dimiliki. Barangsiapa yang mencari selain itu, maka mereka adalah orang yang melampaui batas. Beliau juga mengungkapkan bahwa penjelasan tambahan mengenai ayat ini bisa dijumpai dalam surat al Mu’minuun.

Penjelasan yang ada di surat al Mu’minuun juga kira-kira sama.

Demikian, kalau ada yang kurang jelas, tanyakan saja.

-RSP-