Arsip

Monthly Archives: Desember 2010

Oleh Ustadz Rahmat Abdullah

Berbahagialah mereka yang tak tahu politik. Berbahagialah mereka yang tak tahu arti kebahagian.  Lebih berbahagialagi mereka yang tahu politik dan mau berpolitik untuk menjinakkan politik. Karirnya menjadi penjinak politik.

Mengapa orang sinis dengan politik ? Barangkali karena kecewa ulah para politisi. Mereka kumpulkan batu-batu untuk menyusun tangga yang akan menyampaikan mereka ke puncak kekuasaan dan memborong seribu kursi perwakilan.

Mereka boleh bersiap jika rakyat yang mereka wakili marah dan mulai melempar batu. Siapa peduli penyelesaian masalah demi masalah yang diwariskan generasi lampau?

Rakyat memang hanya punya satu senjata: protes; dan satu kesempatan: sekarang! Selebihnya urusan para pengambil keputusan.

Si licik tinggal impor terigu dengan jaminan harga diri dan kehormatan bangsa. Yang lebih berbahaya bila kursi di perebutkan dengan kelelahan mendaki tangga-tangga batu telah Read More

Beberapa kali mungkin kita terjebak dalam debat. Kadang malah terlihat tak berujung. Akhirnya malah terjadi saling tuding, saling hina, bahkan tak jarang kata-kata kasar terlontar. Baru saja, sebelum menuliskan catatan singkat ini, saya membaca tulisan seorang saudara di akun twitternya.

Darinya, ada beberapa hal yang perlu disampaikan di sini terkait sikap seorang da’i dalam menghadapi orang-orang munafiq. Allah berfirman,

Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. (QS al A’raaf 199)

Mengomentari ayat ini, Sayyid Quthb, dalam Zhilal, berkata,

Inilah arahan-arahan rabbaniyah di dalam menghadapi kejahiliyahan yang sangat buruk, di dalam menghadapi kemanusiaan yang tersesat. Arahan rabbani menyeru da’i untuk berlapang dada dan toleran. Juga supaya menyampaikan perintah dengan jelas untuk melakukan kebaikan yang sudah dikenal oleh fitrah manusia dengan lapang dengan tidak mempersulit dan tidak memperberat. Juga supaya ia berpaling dari tindak kejahiliyahan, dengan tidak menjatuhkan hukuman pada mereka, tidak mengajaknya/melayaninya berdebat, dan tidak ikut bersama-sama mereka.

Apabila mereka melampaui batas dan menimbulkan kebencian dengan keras kepala dan menghalang-halangi, dan setan mengembuskan kebencian itu, maka hendaklah seorang da’i memohon perlindungan pada Allah agar hatinya tenang, tenteram, dan bersabar.

Sementara itu, Ibnu Katsir, dalam tafsirnya, berkata, Read More

Malam ini, tiba-tiba saja saya teringat kata seorang kawan. “Siksa terbesar bagi para pelaku ma’shiyat,” katanya, “adalah perasaan aman dan biasa saja ketika ia baru saja berbuat ma’shiyat.”

Ternyata kata ini tak hanya terlontar dari lisan kawan saya itu. Tercatat, seorang alim sekelas Ibnul Qayyim al Jauziyah juga menyatakan hal yang sama. Berkata beliau dalam ad Daa’ wad Dawaa’,

Akibat ma’shiyat adalah lunturnya persepsi buruk tentang dosa dalam hati seseorang. Artinya, ia tidak akan merasa bahwa dosa yang ia lakukan adalah perbuatan buruk. Akhirnya, dosa itu jadi kebiasaannya. Meski dicerca, ia tak akan merasakan dirinya terhina.

Perasaan seperti ini merupakan puncak kesenangan dan kenikmatan dari pelaku ma’shiyat. Bahkan ada yang bangga dengan ma’shiyat yang ia lakukan dengan menceritakannya pada orang lain, “Saya telah melakukan ma’shiyat ini dan itu.”

Jenis manusia inilah yang tidak dimaafkan Allah dan jalan serta pintu-pintu menuju taubat tertutup bagi mereka. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Semua ummatku akan dimaafkan oleh Allah, kecuali orang yang terang-terangan berbuat ma’shiyat. Termasuk terang-terangan berbuat ma’shiyat adalah ketika Allah menutupi aibnya, tapi pagi harinya ia membuka aibnya itu sendiri. Ia berkata, ‘Semalam aku melakukan ini dan itu’. Ia telah merobek kehormatannya sendiri, padahal Allah telah menutupnya.” Read More

Hijrah bukan sesuatu yang remeh; bukan sesuatu yang mudah. Ia, seperti ibadah lainnya, sarat dengan warna pengorbanan. Dan selalu mahal. Selalu menimbulkan enggan pada diri manusia. Ya. Percayalah, beban berat itu tak hanya dirasakan oleh mereka yang belum menyematkan ikhlas dan keislaman yang kokoh dalam dada. Mereka yang sudah memiliki Islam dan ikhlas yang demikian tinggi pun tak luput dari ujian. Malah, ujiannya semakin berat.

Diriwayatkan bahwa seorang sahabat pernah bertanya pada sang nabi, siapa orang yang mendapat ujian paling berat? Lantas nabi menjawab dengan hadis berikut,

Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa. (HR Ahmad)

Hal senada diungkap Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Syaikhul Islam berkata, “Cobaan yang semakin berat akan senantiasa menimpa seorang mukmin yang sholih untuk meninggikan derajatnya dan agar ia semakin mendapatkan ganjaran yang besar,” seperti dikutip dari kitab al Istiqomah.

Kita ambil contoh yang sangat ekstrim: kisah para nabi. Mari lukiskan dalam benak kita rona-rona ketakutan hawariyyun saat mereka berusaha menghindar dari kejaran tentara Pilatus. Mari rasakan perih tumit Rasulullah akibat lemparan batu dari penduduk Thaif. Atau ngilu di rahang beliau saat hujan batu menimpa wajahnya di Uhud.

Itu jelas bukan ujian yang mudah. Penuh kesakitan. Penuh umpat dan caci hina. Ya. Inilah jalan yang ditempuh para nabi untuk meluruskan ummat-ummatnya. Memang sulit; karena selamanya, kebaikan dan kebatilan tak akan pernah bisa bersatu. Keduanya saling berperang memperebutkan Read More

Krisis itu menemui puncaknya pada 14 Juli 1789. Perancis berkobar menuju revolusi. Penjara Bastille dijebol. Gubernur de Launay terbunuh. Simbol absolutisme kerajaan runtuh. Jargon-jargon kebebasan, persamaan derajat, dan persaudaraan dikobarkan. Senjata diangkat melawan serdadu Louis dan Antoinette. Sang raja dan ratu sendiri akhirnya harus merelakan kepalanya dipancung guillotine.

Ketidakpuasan sosial atas asas-asas feodal di Perancis masa itu jadi salah satu sebab. Pajak mencekik diterapkan pada kaum papa. Sementara di Versailles, raja dan ratu hidup mewah dengan sokongan belasan ribu pelayan. Dan pihak gereja pun secara mengejutkan—bagi saya, paling tidak—juga memiliki hak untuk menarik pajak dari rakyatnya.

Di tengah semua kisruh yang begitu riuh ini, kita bertanya, siapa orang-orang di baliknya?

Revolusi ini memang dilahirkan oleh pemikir sekelas Voltaire, Rousseau, atau Montesquieu. Juga mewarnai setting novel legendaris Les Miserables karya Victor Hugo. Tapi bukankah bisa kita saksikan bahwa penjebol Bastille yang jadi penanda besar revolusi ini adalah kaum buruh nan tertindas aturan-aturan aristokrasi? Bukankah arus utama dari perubahan ini adalah mereka yang relatif tak berpendidikan tinggi?

Mungkin ada benarnya kata Goenawan Mohamad dalam Catatan Pinggir bertanggal 11 Agustus 2002 itu. Bahwa sebuah negara tak pernah didirikan di atas Read More

Syahdan, seorang cerdik cendekia ditanya, “Di negara Islam, kenapa kekerasan terhadap TKI masih tinggi?”

“Itu karena negara yang baik biasanya tak mengerti agama,” jawabnya, lugas. “Negara yang baik hanya mengerti kesejahteraan.”

***

Membacanya, saya seketika meraih mushaf dan membuka surat kedelapan puluh sembilan dalam al Quran. Surat al Fajr namanya. Mari kita simak bersama,

Apakah kamu tidak melihat apa yang rabbmu pada (kaum) ‘Ad? (Penduduk) Iram yang memiliki bangunan-bangunan tinggi yang belum pernah diciptakan negeri seperti itu sebelumnya. Dan Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah. Dan Fir’aun yang memiliki pasak-pasak yang berbuat sewenang-wenang di negeri itu; maka dia berbuat banyak kerusakan. (QS al Fajr 6-11)

Ayat ini dengan gamblang menyebut ‘Ad yang memiliki bangunan tinggi yang luar biasa megah. Juga Tsamud yang lihai memahat batu hingga jadi istana. Atau Fir’aun yang kuasanya tak kira-kira. Tapi di akhir rangkaian ayat tersebut, Allah menyebut mereka sebagai orang yang banyak berbuat kerusakan.

Kerusakan macam apa yang diperbuat kaum yang berhasil Read More