Arsip

Monthly Archives: November 2010

Saya tak tahu. Kadang, saya merasa bahwa diri memiliki banyak kurang. Kurang memiliki kualifikasi untuk membawa agama ini di garda terdepan. Kurang syukur; kurang sabar. Aneh. Sekaligus mengkhawatirkan. Padahal rasul dahulu pernah berkata bahwa keduanya merupakan salah satu dari sedikit kendaraan menuju surga. Juga, mengingat para pendahulu kita yang dijamin surga, Umar bin Khaththab misalnya, memiliki dua sifat ini. Sampai-sampai ia tak peduli lagi dengan kendaraan apa ia akan masuk ke dalamnya.

Sering saya mengeluh. Mereka yang dekat dengan saya tahu ini. Ada saja yang dikeluhkan. Tugas yang menumpuk, tanggung jawab yang menanti, atau kurangnya ilmu yang dikuasai. Sebagai apologi, saya sering berkata dalam hati, “Ah, keluhanku ini untuk Allah. Untuk agama Allah.” Tapi jarang sekali ingat bahwa dulu, ketika para sahabat berada dalam tekanan dan mengadukannya pada rasul, bertanya kapan pertolongan Allah datang, wajah rasul memerah sembari berkata, “Sungguh kalian adalah orang yang terburu-buru.”

Karena telah tampak pengorbanan Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yahya, Musa, Zakariyya, Isa, dan sederet rasul lainnya, ‘alaihumussalam. Mereka menderita kepedihan yang parah. Tubuh yang digergaji, kepala yang dipenggal, ummat yang luar biasa bebal, sosok yang dicari dengan ancaman penuh siksa; semua berkejaran. Tapi adakah di antara mereka mengeluh?

“Ya Allah, aku mengadukan kepadaMu akan lemahnya kekuatanku dan sedikitnya daya upayaku pada pandangan manusia. Yaa arhamar rahimiin, Engkaulah rabbnya orang2 yang merasa lemah, dan Engkaulah rabbku, kepada siapakah Engkau serahkan diriku? Kepada musuh yang menghinaku ataukah kepada keluarga yang Engkau berikan kepadanya urusanku, tidak ada keberatan bagiku asal saja aku tetap dalam keridhaanMu? Dalam pada itu afiat-Mu lebih luas bagiku. Aku berlindung dengan cahaya wajahMu yang mulia yang menyinari seluruh langit dan menerangi semua yang gelap dan atasnyalah teratur segala urusan dunia dan akhirat, dari Engkau menimpakan atas diriku kemarahanMu atau dari Engkau turun atasku adzab-Mu. KepadaMu lah aku mengadukan urusanku sehingga Engkau ridha. Tidak ada daya dan upaya melainkan melalui Engkau.”

“rabbi, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang memusakai surga yang penuh kenikmatan…”

Atau ungkap penuh kesabaran Hajar di padang pasir tandus itu,

“Yaa Ibrahim, kalau itu adalah perintah rabbmu, maka tidak ada jalan lain selain mematuhinya. Allah tidak akan menyia-nyiakan kami. Dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong..”

Rabbi..

Mungkin tak ada lagi kata dalam lisanku untuk mengungkapkan kesabaran hamba-hambaMu yang mulia itu. Ah ya, cuma satu. Kalau memasuki jannahMu membutuhkan keduanya; sabar dan syukur; jadikan aku bagian dari orang yang sabar dan syukur itu..

Orang yang paling keras cobaannya adalah para nabi, kemudian yang semisal dengannya dan seterusnya; seseorang dicoba sesuai dengan kadar agamanya; apabila agamanya kuat maka cobaanya keras, dan apabila agamanya lemah maka ia mendapatkan cobaan sesuai dengan kadar agamanya. Cobaan terus menerus menimpa hamba Allah tak pernah lepas darinya sebelum ia berjalan di muka bumi tanpa mempunyai dosa lagi. (HR Bukhari)

*saat harapan memudar, hanya Kau sandarku..

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata “liberal” sebagai “bersifat bebas” atau “berpandangan bebas; luas dan terbuka”. Di masyarakat, pendefinisian liberal ini juga berkembang luas. Ada yang mengucap bahwa ia adalah simbol kebebasan berpikir dan berpendapat. Beberapa yang lain berkata bahwa ia merupakan penafsiran ulang terhadap teks—teks apa pun itu—dari yang bersifat konvensional menuju hal-hal yang dianggap progresif.

Satu yang dapat dipahami di sini: liberal mensyaratkan adanya kelapangan dada dengan tiadanya batas-batas yang mengikat manusia. Semua sama. Benar-benar setara. Tanpa ada pengaruh apa pun yang dianggap mengurangi kebebasan manusia yang menjadikannya manusia-yang-berkehendak seutuhnya.

Tapi, malam ini, saya terkaget melihat hamburan post di twitter yang mengecam usaha Tifatul Sembiring, Menteri Komunikasi dan Informasi, yang menahan tangannya dari bersalaman dengan Michelle Obama, isteri Barrack Obama, presiden Amerika Serikat, walaupun akhirnya gagal juga. Terkaget, mengingat mereka yang melontarkan kecaman di antaranya mengaku sebagai sosok yang liberal. Terkaget, mengingat banyak di antara mereka yang melontarkan kecaman pernah hidup di Amerika dan merasakan keragaman kulturnya. Dan yang paling penting, terkaget, mengingat Read More