Mungkin benar bila agama adalah salah satu instrumen paling ampuh untuk mengendalikan massa. Ia, kata seorang teman, adalah salah satu pengikat paling kuat antara seseorang dengan cara berpikirnya. Pelajaran yang paling mudah kita dapati dari teori konspirasi adalah Peter the Hermit. Siapa sangka bisik-bisiknya mampu menyulut perang bertahun-tahun antara Muslim dengan Kristen?
Maka mungkin ada benarnya pula bila kita secara semena-mena menyebut agama adalah (salah satu) sumber konflik. Sebab mudah sekali memanipulasi orang banyak dengan sedikit pelintir satu atau dua ayat saja.
Perdebatan tentang agama dan politik hari ini menemui momentumnya lagi. Tentu ini terkait dengan Pilgub DKI. Tak berselang lama setelah putaran pertama usai digelar, muncullah kampanye dengan ayat-ayat mengenai wala’ (loyalitas) dan bara’ (disloyalitas) dalam al Quran. Ayat ini kemudian digunakan untuk mendorong Fauzi Bowo, yang KTPnya menunjukkan ia adalah seorang muslim, untuk terpilih kembali menjadi gubernur.
Pihak yang dirugikan dengan kampanye ini jelas tak tinggal diam. Cara yang digunakan, sayangnya, sama-sama busuk. Ketika satu pihak menggunakan ayat suci demi terpilih kembali (bukan demi memperjuangkan tegaknya apa yang rajin dikutip itu), pihak lainnya menggunakan kitab yang sama untuk tujuan serupa.
Jejaknya ada di mana-mana. Baitul Muslimin Indonesia, organisasi underbow PDIP, adalah salah satu yang ikut ambil bagian. Di sini mereka menyatakan kebolehan mengambil pemimpin selain dari kalangan kaum muslimin. Beberapa hari yang lalu, seorang teman juga mengirimkan tulisan seseorang di sini, dan menanyakan pendapat saya.
Hari itu juga, saya tuliskan pandangan saya terkait hal ini. Kemarin, ketika ramai dibicarakan berita terkait PKS yang memberikan dukungannya ke Foke, saya juga diminta untuk jelaskan beberapa hal yang saya tuliskan di twitter.
Berikut ini adalah jawaban saya atas Read More