Beberapa bulan belakangan adalah waktu kritis bagi Media Center untuk berbenah diri. Ada dua momen penting dalam hal ini. Pertama, pergantian kepengurusan dan pembenahan di beberapa bidang, terutama redaksi, yang menjadi bagian dari fokus kami tahun ini. Kedua, ini yang menarik: tak seperti biasanya, suara-suara “protes” menghampiri ruang redaksi kami.
Hal pertama tentu tak bisa dilepaskan dari dinamika di tiap organisasi mahasiswa tiap tahun. Ini bukan hal yang istimewa. Sementara peristiwa kedua jelas perlu diperhatikan. Ada bermacam suara yang sampai ke kami seperti keluhan mengenai berita-berita basi yang perlu waktu cukup lama untuk menunggu jadwal terbit tabloid, sampai tendensi Media Center untuk menampilkan “borok” organisasi-organisasi mahasiswa, tanpa turut merekam jejak-jejak positif yang ditinggalkan warga kampus.
Mari mengkajinya dari sudut pandang tugas pers sebagai watch dog (anjing penjaga). Maksudnya, salah satu fungsi pers adalah memantau kinerja pihak-pihak yang berkuasa supaya tetap berada dalam jalurnya. Bila ditemukan kesalahan, ingatkan. Bila ada hal positif dalam kinerjanya, berikan apresiasi. Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam Elements of Journalism menulis rumusan sederhana mengenai hal ini. “Wartawan,” tuilsnya, “harus bertindak sebagai pemantau independen terhadap kekuasaan.”
Setelah jelas bahwa kita perlu melacak tiap penyalahgunaan wewenang, perlukah memberikan perhatian khusus pada prestasi yang telah dicapai? Jawabnya, tetap perlu, tetap penting. Tapi mengapa Media Center terkesan memojokkan organisasi mahasiswa yang sedang punya hajat, yang kemudian diindikasikan timbul kesalahan di dalamnya? Ini terkait dengan Read More