Arsip

sajak

karena tak semua yang terbaca
jadi terekam oleh pena,

maka aku bertanya pada angin dari putaran-putaran gila ini
adakah ia layak; pantas; ditulis lagi?

ataukah ia sekedar gulagula
yang mengantar sorak semut
dan pada akhirnya, mengikat lidah manusia
supaya mereka mengumpat?

seperti kata yang kerap kauulang
supaya mudah jemari menggaris makna,
aku juga kerap berusaha mencari arti
kenapa aku berusaha setengah mati
mengejarmu

mengejar ikhlasmu, maksudku

seperti mereka yang mencinta dalam diam
yang cuma bisa melihat dari jauh
tanpa berucap sepatah kata pun,
aku melepas semua;
semua yang kutulis, semua yang kubaca
dan mendengar mereka meraung
meski akhirnya terpantul oleh karang

untuk apa? untuk mengejarmu

mengejar ikhlasmu, maksudku

karena tak semua yang tertulis
jadi diperhitungkan,

aku mundur dan mulai membaca lagi

-RSP-

buat seorang saudara: terima kasih karena kesabaranmu menerimaku.
mungkin kamu tak tahu. karena memang aku tak pernah bilang padamu

***

atas semua sanjung puji itu,
sampaikah maksud gerak jemarimu?

belum, ini belum cukup!

terlalu dini memutuskan menyebut diri pintar
masih panjang masa untuk merasa jumawa
dan berhenti belajar

karena tumpuk kitab mewarna ruang tidurmu,
jadi muliakah duduk kawan terdekatmu?

tidak, kita masih jauh dari kata rehat!

atau; sebab indah retorikamu,
kau anggap diri unggul dari junud ikhlas lainnya?

kalau memang begitu, ambillah mistar;
ukurlah berapa senti dalam otakmu

-RSP-

“Tidak. Wallahi, aku tidak pernah mendapat pengganti yang lebih baik daripada Khadijah. Ia beriman padaku ketika semua orang ingkar. Ia mempercayaiku ketika semua orang mendustakanku. Ia memberiku harta di saat semua orang menahannya. Dan darinya, aku memperoleh keturunan; sesuatu yang tidak kuperoleh dari isteri-isteriku yang lain.”

-Rasulullah, kepada ‘Aisyah, tentang Khadijah-

***

tentangmu bunda,
segala teladan seolah tak habis dimengerti
semua kasih seperti tak surut diresapi
dan seluruh ghirah serupa fatamorgana

padamu bunda,
aku bertanya;
imankah yang membisik di telingamu?

bila begitu adanya, rabbi
biarkan ia memenuhi rongga dada kami

tak ada yang lebih indah daripada
menampung cucuran kepastian
bahwa akhirnya, di kehidupan yang lebih kekal,
ada kesempatan bersua dan merajut cerita
tentang masa-masa penuh lomba
yang kadang diisi tawa, tangis, diam yang pilu,
atau senyum akrab yang bersahaja

mungkin ini kisah cinta yang lebih romantis
daripada kisah cinta para nabi
karena seringkali, satu harap mereka tak tersambut tangan terbuka
yang, ironisnya, Read More

pagi hari, aku menyapa pak syukri, pemungut sampah yang setia
pedih menyapa matanya
karena lewat baginya subuh berjama’ah
ah, bagaimana mungkin aku subuh berjama’ah, pikirnya,
sementara pakaianku rombeng, sepatuku bak mulut buaya
menjumpa mangsanya,
dan badanku bau, sama seperti yang kupikul ini?

mereka bilang aku najis, sambungnya
atau mungkin itu sekedar apa yang terlintas dalam hatimu, pak syukri yang baik?

siangnya, aku lewat di depan sebuah madrasah
penuh siswa-siswi menjerit bahagia karena hari itu mereka pulang lebih awal
tepat di seberangnya, terduduklah mbok nah,
menatap kosong karena Read More

bolehkah kunyatakan rindu padamu?

bahwa aku ingin mengunjungimu lagi,
hutan yang akrab dengan gerimis
yang kerap disambangi kabut yang turun dan mengembun
saat aku tertidur beratap langit
di bawah gemintang

sayangnya ukir kayu berulir debu di pohon itu begitu jauh
yang pernah cukup menggantikanmu mungkin hanya nama
dari sebuah kota yang mengingatkanku pada mereka berdua
dua; yang beberapa kali menggantikan rindang pepohonan,
curam tanjakan,
dan dingin air di sela kaki-kaki yang melangkah berat
di tepi lengan-lengan yang tergenggam erat

aku ingin merasakan lagi
hangat mentarimu yang tak bersinar terik
dingin fajarmu yang mengandung nafas petani singkong
yang menembus bibir mereka yang membiru
aroma tanahmu yang menyimpan sisa air hujan sore hari
atau basah daunmu menangkap larik-larik embun,
waktu subuh

atau akankah kujumpai ilalang yang bergerak seolah pandir itu?
yang menyapaku seolah melihat fatamorgana,
melambai seolah menjadi saksi lukisan tak nyata

yang harus kau ketahui, ini realita
bukan mimpi semata

*untuk kerinduan yang (mungkin) segera terbayar. semoga aku masih diizinkan untuk menjumpaimu lagi

-RSP-

bambu runcing kau asah, kau peluk erat
dengan gelora kemerdekaan yang membanjiri darahmu
itu kata guru-guruku di sekolah dasar dahulu

siasat kau genggam erat
menjadi komando baris-baris yang sekarat
namun bergerak karena gerilya yang tak lekas berkarat

sudirman, namamu kukenang karena ayat jihadmu
yang meluapkan semangat kemerdekaan pasukanmu

natsir, namamu kukenang karena visi terangmu
yang hingga kini abadi menggenangi samudera ilmu

tapi atas nama kemerdekaan, tuan-tuan sekalian,
kini anak-anakmu berpecah bertengkar tak tentu arah
saling sikut dan hujat mewarnai hari kami yang semula cerah
yang ironisnya, atas nama kemerdekaan

atau nasionalisme

saksikanlah, tuan-tuan sekalian,
kini anak-anakmu bahkan tak Read More

kalau kamu mau berbicara dengan bahasa bintang, izinkan aku menjawabnya dengan kalimat bulan:
dengan isyarat tak terucap, atau malah tak tergambar oleh indra.

kalau kamu mau melompat melewati lekuk kepala mereka,
jadilah burung onta,
sebenar-benar burung onta
yang suka mengunyah ilalang
lantas lari berjumpa isyarat nyata, lintang pukang

itu seandainya lidahmu sudah enggan kaujaga.

*karena lisan tak sekedar mendecap rasa atau menghias raga

jurangmangu, 19082010

-RSP-